Transcription

BAB IIFATWA DALAM HUKUM ISLAMA. Fatwa Dalam Hukum Islam1. Pengertian FatwaFatwa ( )ﺍﻟﻔﺘﻮﻯ menurut bahasa berarti jawaban mengenai suatukejadian (peristiwa), yang merupakan bentukan sebagaimana dikatakanZamakhsyarin dalam al-kasysyaf dari kata ( ﺍﻟﻔﺘﻲ al-fataa/pemuda) dalamusianya, dan sebagai kata kiasan (metafora) atau (isti’arah). Sedangkanpengertian fatwa menurut syara’ adalah menerangkan hukum syara’ dalamsuatu persoalan sebagai jawaban dari suatu pertanyaan, baik si penanya itujelas identitasnya maupun tidak, baik perseorangan maupun kolektif. 1P0FDefinisi fatwa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu: (1)jawaban berupa keputusan atau pendapat yang diberikan oleh mufti/ahlitentang suatu masalah; dan (2) nasihat orang alim; pelajaran baik; danpetuah. 2P1FFatwa adalah jawaban resmi terhadap pertanyaan dan persoalanyang menyangkut masalah hukum. Fatwa berasal dari kata bahasa arab alifta’, al-fatwa yang secara sederhana berarti pemberian keputusan. Fatwa1Yusuf Qardhawi, Fatwa Antara Ketelitian Dan Kecerobohan, Jakarta: Gema Insani Press,1997 h. 5.2Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar BahasaIndonesia, h.240.

bukanlah sebuah keputusan hukum yang dibuat dengan gampang, atauyang disebut dengan membuat hukum tanpadasar. 3P2FMenurut Imam Ibnu Mandzur di dalam lisan al-arab menyatakan,Aftaahu Fi Al-Amr Abaanahu Lahu (menyampaikan fatwa kepada diapada suatu perkara, maksudnya adalah menjelaskan perkara tersebutkepadanya). Wa Aftaa Al-Rajulu Fi Al-Mas’alah (seorang laki-lakimenyampaikan fatwa pada suatu masalah). Wa Astaftainuhu Fiiha FaAftaaniy Iftaa’an Wa Futaa (aku meminta fatwa kepadanya dalammasalah tersebut, dan dia memberikan kepadaku sebuah fatwa)”.Perkataan Wafataay adalah asal dari kata futya atau fatway.Futyadan fatwa adalah dua isim (kata benda) yang digunakan dengan maknaal-iftaa’. 4 Iftaa’ berasal dari kata Iftaay, yang artinya memberikanP3FPpenjelasan. Secara definitif memang sulit merumuskan tentang arti ifta’atau berfatwa itu. Namun dari uraian tersebut dapat di rumuskan, yaitu:usaha memberikan penjelasan tentang hukum syara’ oleh ahlinya kepadaorang yang belum mengetahui”. 5P4FDi dalam kitab mafaahim Islamiyyah diterangkan sebagai berikut,secara literal, kata “al fatwa” bermakna“ jawaban atas persoalan-persoalansyariat atau perundang-undangan yang sulit. Bentuk jamaknya adalah3Ahyar A. Gayo,” Kedudukan Fatwa MUI Dalam Upaya Mendorong Pelaksanaan EkonomiSyariah”, Penelitian Hukum Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum Dan HAM Ri,2011, h. 13.4Mardani, Ushul Fiqh, Jakarta:Raja Wali, 2013.h 373.5Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid II, Jakarta: Kencana, 2008, h. 484

fataawin atau fataaway. Jika dinyatakan Aftay Fi Al-Mas’alahmenerangkan hukum dalam masalah tersebut. Sedangkan Al Iftaa’ adalahpenjelasan hukum-hukum dalam persoalan-persoalan syariat, undangundang, dan semua hal yang berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaanorang yang bertanya (Ibaanat Al Ahkaam Fi Al-Mas’alah Al Syar’iyyah,Au Qanuuniyyah, Au Ghairihaa Mimmaa Yata’allaqu Bisu’aal Al-Saail).Muftiy adalah orang yang menyampaikan penjelasan hukum ataumenyampaikan fatwa ditengah-tengah masyarakat. Menurut pengertiansyariat, tidak ada perselisihan pendapat mengenai makna syariat dari kataal-fatwa dan al-iftaa’ berdasarkan makna bahasa.Menurut Prof Amir Syarifuddin, fatwa atau ifta’ berasal dari kataafta, yang berarti memberi penjelasan. Secara definitif fatwa yaitu usahamemberikan penjelasan tentang hukum syara’ oleh ahlinya kepada orangyang belum mengetahuinya. 6Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa fatwa adalah hasilijtihad seorang mufti sehubungan dengan peristiwa hukum yang diajukankepadanya. Jadi fatwa lebih khusus dari pada fikih atau ijtihad secaraumum. Karena boleh jadi fatwa yang dikeluarkan seorang mufti, sudahdirumuskan dalam fikih, hanya belum dipahami oleh peminta fatwa.2. Dasar Hukum Fatwaa. Al-Qur’an An-Nahl Ayat 436Mardani, Ushul.h 374-375.

ٱ َ ِ َو َﻣﺎ ٓ أ ۡر َﺳﻠۡﻨَﺎ ِﻣﻦ ﻗَ ۡب ٤٣ ﻮن َ ﻨﱲ َﻻ ﺗَ ۡﻌﻠَ ُﻤ ۡ ُ ﻮ ا َﳱۡ ِ ۡ ۖﻢ ﻓَ ۡ ﺴﻠُ ٓﻮ ْا أ ۡﻫ َﻞ أ ِّ ۡﻛ ِﺮ ان ُﻛ ٓ ِ ا ﻻ ِر َ ٗﺎﻻ ﻧ Artinya: Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-oranglelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalahkepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidakmengetahui. 7P6Fb. Hadis ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﺒﺎس ان ﺳﻌﺪ ﺑﻦ ﻋﺒﺎ دة اﺳﺘﻔﱴ رﺳﻮل اﷲ ﺻﻞ اﻟﻠﻬﻌﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻓﻘﺎ ل ﻓﻘﺎل رﺳﻮل اﷲ ﺻﻞ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ اﻗﻀﻪ , ان اﻣﻰ ﻣﺎ ﺗﺖ وﻟﻴﻬﺎ ﻧﺬر ﱂ ﻧﻘﻀﻪ ﻋﻨﻬﺎ Artinya: Dari ibnu abbas r.a. bahwa Sa’ad Bin ‘Ubadah r.a. MintaFatwa kepada Nabi SAW., yaitu dia mengatakan;sesungguhnya ibuku meninggal dunia padahal beliaumempunyai kewajiban nadzar yang belum ditunaikanya?Lalu Rasulullah SAW. Menjawab: “tunaikan nadzar itu atasnama ibumu”. (HR Abu daud dan Nasai) 8P7F3. Syarat-Syarat MuftiMufti ( ) ﻣﻔﺘﻰ berkedudukan sebagai pemberi penjelas tentang hukumsyara’ yang harus di ketahui dan diamalkan oleh umat. Umat akan selamatbila ia memberi fatwa yang benar dan akan sesat bila ia salah dalamberfatwa, ia harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut:a. Syarat umum. Ia harus seorang mukallaf yaitu muslim, dewasa, dansempurna akalnya.7Syaikh Ahmad Syakir, Mukhtshar Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4, Jakarta: Darus Sunnah, 2012, h.938Mu’amal Hamidy, et al.Terjemahan Nailul Authar, Himpunan Hadis-Hadis Hukum, jilid 6,Surabaya: Bina Ilmu, 1986, h. 597-598.

b. Syarat keilmuan. Ia harus ahli dan mempunyai kemampuan untukberijtihad, seperti pengetahuan bahasa, pengetahuan al-Qur’an danSunnah Nabi, ijma’, dan pengetahuan ushul fiqh, dan tujuan hukum.c. Syarat-syarat kepribadian yaitu adil, dapat dipercaya, dan mempunyaimoralitas. Syarat ini harus dimiliki seorang mufti karena ia secaralangsung akan menjadi panutan masyarakat.d. Syarat pelengkap. Ia harus mempunyai keteguhan niat, tenangjiwanya, hasil fatwanya tidak membingungkan atau menimbulkankontroversi dan dikenal di tengah umat. 94. Persamaan dan Perbedaan Fatwa dengan Putusan PengadilanSegi persamaan antara keduanya ialah masing-masing dari hakim danmufti harus mempunyai dua pengetahuan:a. Mengetahui kejadian atau peristiwa yang hendak diberikan fatwa ataudiberikan putusan.b. Mengetahui hukum syara’.Segi perbedaannya adalah:1) Memberi fatwa lebih luas lapangannya dari pada memberiputusan, karena memberi fatwa menurut pendapat sebagaiulama, boleh dilakukan oleh orang merdeka, budak belian,lelaki, wanita, famili dekat, famili jauh, orang asing dan teman9Abdul Fatah Idris, Menggugat Istinbath Hukum Ibnu Qayyim Studi Kritik Terhadap MetodePenetapan Hukum Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Semarang: Pustaka Zaman, 2007, h. 32

sejawat. Sedang putusan hanya diberikan oleh orang merdekayang lelaki dan tidak ada sangkut paut kekeluargaan denganyang bersangkutan.2) Putusan hakim berlaku untuk penggugat dan tergugat, berbedadengan fatwa. Fatwa boleh diterima boleh tidak.3) Putusan hakim yang berbeda dengan pendapat mufti,dipandang berlaku dan fatwa mufti tidak dapat membatalkanputusan hakim, sedangkan putusan hakim dapat membatalkanfatwa mufti.4) Mufti tidak dapat memberi putusan terkecuali apabila dia telahmenjadi hakim. Berbeda dengan hakim, dia wajib memberifatwa bila telah merupakan suatu keharusan dan bolehmemberi fatwa apabila belum merupakan suatu keharusan.Golongan ulama Syafi’iyah dan Hambaliyah berpendapatbahwa hakim tidak boleh memberi fatwa pada masalahmasalah yang mungkin akan dimajukan kepada pengadilan.Karena mungkin putusannya nanti berbeda dengan fatwanya,akan timbul kesulitan baginya. Karenanya Syuraih berkata“Saya memutuskan perkara diantara kamu, bukan memberikanfatwa”. 10B. Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN)10Hasbi ash-Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam, jakarta: Bulan Bintang, 1994, h. 183-184

1. Pengertian Umum DSNa. geluarkan produk keuangan syariah dan mendapat izin operasionalsebagai lembaga keuangan syariah.b. Produk keuangan syariah adalah produk keuangan yang mengikutisyariat Islam.c. Dewan Syariah Nasional adalah dewan yang dibentuk oleh MajlisUlama Indonesia (MUI) untuk menangani masalah-masalah yangberhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan syariah.d. Badan Pelaksanaan Harian Dewan Syariah Nasional (BPH DSN)adalah badan yang sehari-hari melaksanakan tugas DSN.e. Dewan Pengawas Syariah adalah badan yang ada di lembaga keuangansyariah dan bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan DSN dilembaga keuangan syariah. 112. Tugas dan Wewenang DSNa. Tugas DSN adalah sebagai berikut:1) Menumbuh-kembangkanpenerapan nilai-nilaisyariah dalamkegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan padakhususnya.2) Mengeluarkan fatwa atau jenis-jenis kegiatan keuangan.11M. Ichwan Sam dkk, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah Dewan Syariah Nasional MUI,Jakarta:Erlangga, 2014, h. 4.

3) Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah.4) Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan. 12b. Wewenang Dewan Syariah Nasional (DSN)1) Mengeluarkan fatwa yang mengikat Dewan Pengawas Syariah dimasing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasartindakan hukum pihak terkait.2) Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan atauperaturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti(kementerian keuangan) dan Bank Indonesia.3) Memberikan rekomendasi dan/atau mencabut rekomendasi namanama yang akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah padasuatu Lembaga Keuangan Syariah.4) Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yangdiperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah, termasuk otoritasmoneter/lembaga keuangan dalam maupun luar negeri.5) Memberikan peringatan kepada Lembaga Keuangan Syariah untukmenghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkanoleh Dewan Syariah Nasional.6) Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambiltindakan apabila peringatan tidak diindahkan. 1312Ibid, h. 5

3. Dewan Pengawas Syariaha. Tugas Utama Dewan Pengawas Syariah1) Dewan syariah melakukan pengawasan secara periodik padalembaga keuangan syariah yang berada di bawah pengawasannya.2) Dewan Pengawas Syariah berkewajiban mengajukan usulanusulanpengembanganlembaga keuangansyariahkepadapimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada Dewan SyariahNasional.3) Dewan Pengawas Syariah melaporkan perkembangan produk danoperasional lembaga keuangan yang diawasinya kepada DewanSyariah Nasional sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahunanggaran.4) lahan yang memerlukan pembahasan Dewan SyariahNasional. 144. Metode dan Prosedur Penetapan Fatwa DSNSecara umum, petunjuk prosedur penetapan fatwa MUI dapatdikemukakan sebagai berikut:a. Dasar umum dan penetapan fatwa13Yeni Salma Barlinti, Kedudukan Fatwa Dewan Syariah Nasional Dalam Sistem HukumNasional di Indonesia, Jakarta: Badan Lintang Dan Kiblat Kementerian Agama RI, 2010, h. 145-146.h. 14614M. Ichwan Sam dkk, Himpunan h. 14-15.

1) Penetapan fatwa didasarkan pada al-Qur’an, sunah (hadis), ijma’,dan qiyas serta dalil lain yang mu’tabara.2) Aktifitas penetapan fatwa dilakukan secara kolektif oleh suatulembaga yang dinamakan komisi fatwa.3) Penetapan fatwa bersifat responsif, proaktif, dan antisipatif. 15b. Metode Penetapan Fatwa DSN MUI1) Sebelum fatwa ditetapkan hendaklah ditinjau lebih dahulupendapat para imam mazhab dan ulama yang mu’tabar tentangmasalah yang akan difatwakan tersebut, secara seksama berikutdalil-dalilnya.2) imana adanya.3) Dalam masalah yang terjadi khilafiyah di kalangan mazhab, maka:Penetapan fatwa didasarkan pada hasil usaha penemuan titik temudiantara pendapat-pendapat ulama melalui metode al-jam’u wa attawfiq; Jika usaha penemuan titik temu tidak berhasil makadilakukan, penetapan fatwa didasarkan pada hasil tarjih melaluimetode muqaranah dengan menggunakan kaidah-kaidah ushulfiqh muqaran.4) Dalam masalah yang tidak ditemukan pendapat hukumnyadikalangan mazhab, penetapan fatwa didasarkan pada hasil15Ibid, h. 19-20.

ijtihadjama’iy (kolektif) melalui metode bayaniy, ta’liliy, (qiyasiy,istihsaniy, ilhaqy), istishlahy, dan sadd adz-dzari’ah.5) Penetapan fatwa harus senantiasa memperhatikan kemaslahatanumum (mashalih ‘ammah) dan maqasid asy-syariah. 16DSN-MUI menggunakan tiga (3) pendekatan dalam memutuskanfatwa yakni Pendekatan nash qath’i, pendekatan qauli dan pendekatanmanhaji. Pendekatan pertama, dilakukan dengan berpegang teguh padanash al-Qur’an atau Hadis untuk suatu masalah yang terdapat dalamAl-Qur’an atau hadis secara jelas. Dalam hal permasalahan yang dikajitidak terdapat yang jelas dalam ketentuannya dalam Al-Qur’an atauHadis, maka dilakukan dengan pendekatan qauli dan manhaji.Pendekatan ke dua qauli artinya pendekatan dalam prosespenetapan fatwa mendasarkannya pada pendapat para imam madzhabdalam kitab fiqih terkemuka (al kutub al mu’tabarah). Ia dilakukandalam hal masalah yang dikaji dibahas di kitab-kitab mu’tabarah,hanya ada satu pendapat dan kajian di dalamnya masih relevan. Dalamhal kajian dalam kitab tersebut tidak relevan lagi karena beberapa hal,maka dilakukan kajian ulang.Artinya teks-teks pendapat hukum dalamkitab mu’tabarah tidak mencukupi maka fatwa diputuskan denganpendekatan lainnya, yaitu manhaji.ke tiga, yaitu manhaji. Ia adalah pendekatan yang menggunakan16Ibid.

kaidah ushuliyah dan kaidah fiqhiyah, kan kaidah-kaidah yang bisadipakai para ulama’ terdahulu.Pendekatan manhaji dilakukan secarakolektif (ijtihad jama’i), dengan menggunakan caratarjih (memilihpendapat yang paling kuat, diantara beberapa pendapat ulama’), ilhaq(mempertemukan berbagai pendapat ulama’) dan istinbath (menggalihukum). 17C. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 17/DSN/MUI/IX/2000 TentangSanksi Atas Nasabah Mampu Yang Menunda-Nunda PembayaranDSN-MUI telah menetapkan fatwa tentang sanksi atas nasabah mampuyang menunda-nunda pembayaran menurut prinsip syariah, untuk dijadikanpedoman untuk LKS. Berikut Ketentuan umum fatwa DSN MUI tentangsanksi atas nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran adalah :1. Sanksi yang disebut dalam fatwa ini adalah sanksi yang dikenakan LKSkepada nasabahyang mampu membayar, tetapi menunda-nundapembayaran dengan disengaja.2. Nasabah yang tidak/ belum mampu membayar disebabkan force majeurtidak boleh dikenakan sanksi.17Nur Fatoni, “Dinamika Relasi Hukum dan Moral dalam konsep jual beli (studi kasus padafatwa dewan syariah nasional majlis ulama indonesia (DSN-MUI)”, Semarang : Lembaga PenelitianIAIN Walisongo Semarang, 2012,h. 62-63.

3. Nasabah Mampu yang menunda-nunda pembayaran dan/atau tidakmempunyai kemauan dan itikad baik untuk membayar utangnya, bolehdikenakan sanksi.4. Sanksi didasarkan pada prinsip ta’zir, yaitu bertujuan agar nasabah lebihdisiplin dalam melakukan kewajibannya.5. Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan atasdasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani.6. Dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial. 18Untuk mengantisipasi adanya pembayaran lebih cepat ataupembayaran yang kurang lancar bahkan membayar tetapi menunda-nundapembayaran. DSN-MUI memperbolehkan bank syari’ah memberipotongan pelunasan atas pelunasan lebih cepat. Potongan pelunasan bolehdiberikan dengan syarat tidak diperjanjikan dan jumlah potongannyasesuai kebijakan dan pertimbangan Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS).Nasabah yang kurang lancar atau macet dalam pembayaran boleh dijualjaminannya, diberi penjadwalan ulang atau akad murābaḥah-nyadikonversi menjadi akad muḍārabah. DSN-MUI memberi penyelesaianmurābaḥah untuk nasabah yang tidak mampu membayar sesuaikesepakatandengancara menjualjaminan.DSN-MUI memberikemungkinan penjadwalan kembali bagi nasabah yang tidak mampu18Ahmad Ifham Sholihin, Pedoman Umum Lembaga Keuangan Syariah, jakarta: PT GramediaPustaka utama, 2010, h. 147-148.

membayar sesuai kesepakatan dengan tidak menambah harga. 19D. Tinjauan Umum Tentang Sanksi1. Pengertian SanksiSanksi adalah sanksi atau hukuman yang dijatuhkan pada seseorangyang melakukan pelanggaran hukum yang berlaku. 20Sanksi jugamerupakan pencabutan hak atas harta benda yang dapat dipaksakandengan maksud memberikan ganti rugi, yakni kompensasi atas kerugianyang disebabkan oleh suatu perbuatan melawan hukum. 21Definisi sanksi dalam kamus ilmiah adalah pengesahan, ukmemaksaorangmenepati perjanjian atau menaati hukum. 22Sering kita jumpai nasabah mampu yang sengaja melalaikankewajibannya dalam pembayaran pembiayaan yang telah ia dapatkan darisuatu lembaga keuangan. Hal tersebut merupakan suatu wanprestasi untukmenghormati dan mematuhi setiap perjanjian atau amanah yang19Nur Fatoni, Analisis Normatif-Filosofis Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama’Indonesia (DSN-MUI) Tentang Transaksi Jual Beli Pada Bank Syari’ah, jurnal Al-Ahkam Volume 25,Nomor 2, Oktober 2015, Semarang: UIN Walisongo Semarang, 2015, h. 152-153, t.d.20Mochtar Kusumaatmadja, Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum Suatu Pengenalan PertamaRuang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum, Bandung: PT. Alumni, 2000, h. 43.21Hans Kelsen, Tori Umum Tentang Hukum Dan Negara, Bandung: Nusa Media, 2009, h. 72.22Hendro Darmawan dkk, Kamus Ilmiah Populer Lengkap Dengan EYD Dan PembentukanIstilah Serta Akranim Bahasa Indonesia, Yogyakarta: Bintang Cemerlang. h. 664

dipercayakan kepadanya. 23 Sebagaimana firman Allah SWT:a. Q.S Al Anfal ayat 27. ٱ ٱ ٱ . ﻮن َ ﻳ َ ٓأ ﳞ َﺎ أ ِ َ ﻦ َءا َﻣنُﻮ ْا َﻻ َ ُﲣﻮﻧُﻮ ْا أ َ َوأ ﻟﺮ ُﺳﻮ َل َو َ ُﲣﻮﻧ ُ ٓﻮ ْا أ َﻣ ـنَ ِﺘ ُ ۡﲂ َو أ ُ ۡﻧﱲ ﺗَ ۡﻌﻠَ ُﻤ Artinya:Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamumengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga)janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yangdipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.Dalam ayat ini mengingatkan kepada kaum muslimin jangansampai mengkhianati, yakni mengurangi sedikit pun hak AllahSWT. Sehingga tidak mensyukurinya dan juga jangan mengkhianatiRasulullah SAW, dengan mengabaikan perintahnya serta tidak jugamengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan oleh siapa pun.Karena pengkhianatan terhadap amanat biasanya di dorong keinginancinta kepada anak. 24P23Fb. Al-Qur’an surat al-Maidah (5) ayat 1 . ﻳ َ ٓأ ﳞ َﺎ أٱ ِ َ ﻦ َءا َﻣنُ ٓﻮ ْا أ ۡوﻓُﻮ ْا ﺑِأٱﻟۡ ُﻌ ُﻘﻮ ِ ۚد Artinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqaditu . 25Dalam ayat ini, Allah memerintahkan untuk memenuhi akad.P24FAl Hasan berkata yang dimaksud dengan akad tersebut adalah akad23Muhammad, Model-Model Akad Pembiayaan Di Bank Syariah, Yogyakarta: UII Press(Anggota IKAPI), 2009, h. 78.24M. Quraish Shihab, Al-Lubab Makna, Tujuan, Dan Pelajaran Dari Surah-Surah Al-Qur’an,Tangerang: Lentera Hati, 2012, h.51325Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara PenterjemahAl-Qur’an, Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2002, hlm. hlm. 156.

utang- piutang, yaitu akad yang dibuat oleh seseorang atas dirinya,baik berupa penjualan, pembelian, penyewaan, pernikahan, paroansawah, maslahat, kepemilikan, hak pilih/ khiyar, kemerdekaan,pengaturan hal-hal lainnya sepanjang tidak keluar dari syariah. 26Sesungguhnya Allah SWT telah memerintahkan kepada kita untukselalu memenuhi atau menepati segala janji-janji antara hamba Allahyang telah kita buat.Ingkar janji dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariahtercantum pada pasal 36 yang berbunyi: Pihak dapat dianggapmelakukan ingkar janji, apabila karena kesalahannya:1)Tidak melakukan apa yang dijanjikan untuk tapitidaksebagaimana yang dijanjikannya;3)Melakukan apa yang dijanjikannya, tetapi terlambat; atau4)Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak bolehdilakukan.”Serta tercantum pada pasal 37 yang berbunyi:”Pihak dalam akad melakukan ingkar janji, apabila dengansurat perintah atau dengan sebuah akta sejenis telah dinyatakaningkar janji atau demi perjanjiannya sendiri menetapkan, bahwa26Al-Qurthubi Syaikh Imam, Tafsir Al-Qurthubi/Syaikh Imam Al- Qurthubi, Jakarta: PustakaAzzam, 2008, h. 77-78.

pihak dalam akad harus dianggap ingkar janji dengan lewatnyawaktu yang ditentukan.” 27P26 FHutang wajib dibayar pada waktu yang telah ditentukan, bilayang berhutang telah mampu membayar. Namun apabila dia telahmampu membayar tetapi menangguhkan pembayarannya, diadinyatakan sebagai orang yang dzalim, sebagaimana Rasulullahbersabda dalam hadist Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh AbuDaud dan lainnya sabda Nabi dari Abu Hurairah menurut riwayat alBukhari: واذا أ ﺗﺒﻊ , ﻣﻄﻞ اﻟﻐﲏ ﻇﻠﻢ : ﻋﻦ اﰊ ﻫﺮﻳﺮة ان رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻗﺎل أﺣﺪﻛﻢ ﻋﻠﻰ ﻣﻠﺊ ﻓﻠﻴﺘﺒﻊ 28( )رواﻩ اﺑﻮ دوود .P27FPArtinya: Dari Abi Hurayrah bahwa Rasulullah SAW bersabda: penundaan(pembayaran utang) oleh orang kaya (mampu) merupakanpenganiayaan, apabila salah seorang diantara kamu utangnyadialihkan kepada orang yang kaya (mampu), maka hendak iamenerimanya (HR. Abu dawud)Dari hadist di atas dapat diambil kesimpulan bahwa haramhukumnya orang kaya lagi mampu menunda-nunda pembayaranhutang yang telah jatuh tempo karena perbuatan iu termasukkezhaliman. Hadis Nabi yang lain dari Amr bin Al-Syarid danayahnya r.a, bersabda:27Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Jakarta: PPHIMM, 2009, h. 26Abu dawud sulaiman bil asy’ats As-Sajstani, Sunan Abu Dawud Juz 3, Dar Al-Fikr tt, h. 247 .28

وﻋﻦ ﻋﻤﺮو ﺑﻦ اﻟﺸﺮﻳﺪ ﻋﻦ اﺑﻴﻪ ﻗﺎل ﻗﺎل رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻲ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﱄ اﻟﻮا ﺟﺪ ﳛﻞ ﻋﺮﺿﻪ وﻋﻘﻮ ﺑﺘﻪ )رواﻩ اﺑﻮ داود واﻧﺴﺎ ﺋﻲ وﻋﻠﻘﻪ اﻟﺒﺨﺎ ري وﺻﺤﺤﻪ ( اﺑﻦ ﺣﺒﺎ ن Artinya: Dari Amr bin Al-Syarid dan ayahnya r.a. bahwa RasulullahSaw. Bersabda, orang yang mampu membayar utang namunmenangguh pembayaran utang maka ia boleh di cela dan dihukum. Riwayat Abu dawud dan Nasa’I.hadis ini muall’aq29menurut bukhari dan shahih menurut Ibnu Hibban.28FMaksud dari hadist di atas menerangkan bahwa penangguhanhutang dari orang yang mampu menyebabkan ia berhak dicela dandikecam serta dijuluki orang yang zalim dan buruk pelunasannya,dan hal itu tidak termasuk ghibah (gosip).2. Macam-Macam SanksiKetentuan macam-macam sanksi dalam perbankan syari’ah kinitelah diatur dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah pasal 38 yang”Pihak dalam akad yang melakukan ingkar janji dapat dijatuhi sanksi:a. membayar ganti rugi;b. pembatalan akad;c. peralihan resiko;d. denda;dan/ataue. membayar biaya perkara;3. Tatacara Pelaksanaan Sanksi29Lutfi arif, at al. Bulughul Maram Five In One, bandung: PT Mizan Publika, 2012, h. 512.

Tata cara pelaksanaan sanksi yang sesuai dengan pasal 39 yangberbunyi:Sanksi pembayaran ganti rugi dapat dijatuhkan apabila:a. pihak yang melakukan ingkar janji setelah dinyatakan ingkar janji, tetapmelakukan ingkar janji;b. sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan ataudibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya;c. pihak yang melakukan ingkar janji tidak dapat membuktikan bahwaperbuatan ingkar janji yang dilakukannya tidak dibawah paksaan. 304. Denda Dalam Hukum Islama. Pengertian DendaIstilah Arab yang digunakan untuk denda adalah gharamah.Secara bahasa gharamah berarti denda. Sedangkan dalam bahasaIndonesia denda mempunyaiarti (1) hukuman yang berupakeharusan membayar dalam bentuk uang: oleh hakim dijatuhkanhukuman kurungan sebulan atau.sepuluh juta rupiah; (2) uang yangharus dibayarkan sebagai hukuman karena melanggar aturan, undangundang, dan sebagainya, lebih baik membayar.dapat dipenjarakan. 31Denda merupakan salah satu jenis dari hukuman ta’zir. Ta’zirmenurut bahasa adalah ta’dib, artinya memberi pelajaran. Ta’zir30Kompilasi , h. 26-27.W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2006, h. 279.31

juga diartikan dengan Ar-Raddu Wal Man’u, yang artinya menolakdan mencegah. 32 At-ta’zir adalah larangan, pencegahan, menegur,menghukum,menceladanmemukul. Hukuman yang tidakditentukan (bentuk dan jumlahnya), yang wajib dilaksanakan terhadapsegala bentuk maksiat yang tidak termasuk hudud dan kafarat, baikpelanggaranitu menyangkutpribadi. 33 Sadangkanhak Allahpengertianta’zirSWT maupunmenuruthakistilah,sebagaimana dikemukakan oleh Al-Mawardi yaitu: “Ta’zir adalahhukuman pendidikan atas dosa (maksiat) yang belum belumditentukan hukumannya oleh syara’”.Sedangkan Unais dan kawan-kawanmemberikan definisita’zir menurut syara’ sebagai berikut: “Ta’zir menurut syara’ adalahhukuman pendidikan yang tidak mencapai hukuman had syar’i”. 34Fathiad-Duraini, guru besar fikih di UniversitasDamaskus,Suriah, mengemukakan definisi ta’zir: “Hukuman yang diserahkankepada penguasa untuk menentukan bentuk dan kadarnya sesuaidengan kemaslahatan yang menghendaki dan tujuan syara’ dalammenetapkan hukum, yang ditetapkan pada seluruh bentuk maksiat,berupa meninggalkan perbuatan yang wajib, atau mengerjakan3233Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, h. Xii.Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2003, h.1771.34Ahmad Wardi Muslich, hukum h. 249.

perbuatan yang dilarang, yang semuanya ini tidak termasuk dalamkategori hudud dan kafarat, baik yang berhubungan dengan hakAllah SWT berupa gangguankeamananmereka,terhadapmasyarakatserta perundang-undanganumum,yangberlaku,maupun yang terkait dengan hak pribadi”. 35Dari definisi yang dikemukakan di atas, jelaslah bahwa ta’ziradalah suatu istilah untuk hukuman atas jarimah-jarimah yanghukumannya belum ditetapkan oleh syara’. Dari definisi tersebut,juga dapat dipahami bahwa jarimah ta’zir terdiri atas perbuatanperbuatan maksiat yang tidak dikenakan hukuman had dan tidak pulakifarat.Dengan demikian inti dari jarimahta’ziradalahperbuatanmaksiat. Adapun yang dimaksud maksiat adalah rang).danParameninggalkan kewajibansepertimelakukanfuqahaperbuatan kan shalat fardhu, enggan membayar hutang padahal pan,memanipulasi harta anak yatim, hasil waqaf dan lain sebagainya. 36Dalam ta’zir, hukuman itu tidak ditetapkan dengan ketentuan3536Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia h. 1772Ahmad Wardi Muslich, Hukum h. 249.

(dari Allah dan an baik bentuk hukuman yang akan dikenakanmaupun kadarnya. Pelanggaran yang dapat dihukum dengan metodeini adalah yang mengganggu kehidupan dan harta orang sertakedamaian dan ketentraman masyarakat. Hukuman itu dapat berupacambukan, kurungan penjara, denda, peringatan dan lain-lain. 37Ta’zir (hukuman yang tidak ada aturannya dalam Syara’) adalahhukuman yang bersifat mendidik seperti memenjara dan memukulyang tidak sampai melukai, tidak boleh melakukan ta’zir denganmencukur jenggot ataupun memungut uang (denda). Kaum musliminyang harus melaksanakan ta’zir dengan memungut uang, mengikutipendapat Imam Malik yang membolehkan. Sedangkan Imam Syafi’idanulamapengikutImamSyafi’i tidak ada satupun yangmembolehkan memungut denda uang. Dalam sebagian fatwa Ibnu‘Alan bahwa pendapat yang membolehkanpemungutan uangtersebut sesuai dengan pendapat Imam Malik. Sebagian dasarnyaadalah pengerusakanKhalifah Umar terhadap rumah Sa’ad, ketika ialari bersembunyi dari pengawasannya dan juga pembakaran olehnyaterhadap rumah-rumah penjual minuman keras. 383738Abdur Rahman I Doi, Tindak Pidana dalam syariat Islam, Jakarta: PT.Rineka Cipta, h. 14.Djamaludin Miri, Ahkamul Fuqoha, Surabaya: LTN NU Jawa Timur, 2004, h. 36.

Dalam fiqih jinayah hukuman diyat adalah denda. Diyat yaknihukum denda atas orang yang melakukan bunuh dengan tidaksengaja (khatha’) atau atas pembunuhan yang serupa sengaja (syabahamad) atau berbuat sesuatu pelanggaranyangmemperkosa hakmanusia seperti zina, melukai dan sebagainya. 39Pelanggaran jinayah yang mewajibkan hukuman denda, adalahdua macam yaitu melukai dan merusak salah satu anggota badan. 40Namun denda keterlambatan pembayaran adalah sebagai ta’zir bukandiyat, karena denda keterlambatan pembayaran utang tidak berasaldari pelanggaran yang melukai atau merusak anggotabadanseseorang. Secara garis besar hukuman ta’zir dapat dikelompokkanmenjadi empat kelompok:1) Hukuman ta’zir yang mengenai badan, seperti hukumanmati dan jilid (dera).2) Hukuman yang berkaitan dengan kemerdekaanseseorang,seperti hukuman penjara dan pengasingan.3) Hukuman ta’zir yang berkaitan dengan harta, seperti denda,penyitaan/perampasan harta, dan penghancuran barang.3940Moh Kasim Bakri, Hukum Pidana Dalam Islam, Semarang: Ramadhani, 1958, h. 12Ibid., h. 43.

4) Hukuman-hukuman lain yang ditentukan oleh ulilamridemi kemaslahatan umum. 41Denda keterlambatan initermasukkelompokyangketigayaitu hukuman ta’zir yang berkaitan dengan harta. Para ulamaberbeda pendapat tentang dibolehkannya hukuman ta’zir dengan caramengambil harta. Menurut Abu Hanifah, hukuman ta’zir dengancara mengambil harta tidak dibolehkan. Pendapat ini diikuti olehmuridnya, yaitu Muhammad Ibn Hasan, tetapi muridnya yanglain yaitu Imam Abu Yusuf membolehkannyaapabila dipandangmembawa maslahat. Pendapat ini diikuti oleh Imam Malik, ImamSyafi’i, dan Imam AhmadIbn Hanbal. 42 Denda keterlambatanmerupakan salah satu bentuk dari hukuman ta’zir yang berkaitandengan harta. Namun para ulama berbeda pendapat mengenai dendauang.b. Dasar Hukum DendaMengenai pemberlakuan denda, terdapat perbedaan pendapatulama fiqih. Sebagian berpendapat bahwa hukuman denda tidak bolehdigunakan, dan sebagian lagi berpendapat boleh digunakan. UlamaMazhab Hambali, termasuk Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim alJauziah, mayoritas ulama Mazhab Maliki, ulama Mazhab Hanafi, dan4142Ahmad Wardi Muslich, Hukum h. 258.Ibid, h. 265-267

sebagian ulama dari kalangan mazhab Syafi’i berpendapat bahwaseorang hakim boleh menetapkan hukuman denda terhadap suatutindak pidana ta’zir. Alasan yang mereka kemukakan adalah sebuahriwayat dari Bahz bin Hukaim yang berbicara tentang zakat unta.Dalam hadits itu Rasulullah SAW bersabda: ﻔﺮق إﺑﻞ ﻋﻦ ﺣﺴﺎ ﻬﺑﺎ ﻣﻦ اﻋﻄﺎﻫﺎ ﻣﺆﲡﺮا ﻓﻠﻪ أﺟﺮﻫﺎ وﻣﻦ اﰉ ﻓﺈﻧﺎ آﺧﺪوﻫﺎ ( وﺷﻄﺮإﺑﻠﻪ ﻋﺰﻣﺔ ﻣﻦ ﻋﺰﻣﺎت رﺑﻨﺎ )رواﻩ اﻟﻨﺴﺎئ Artinya: ”Siapa yang membayar zakat untanya dengan patuh,akan menerima imbalan pahalanya, dan siapa yangenggan membayarnya, saya akan meng

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa fatwa adalah hasil ijtihad seorang mufti sehubungan dengan peristiwa hukum yang diajukan kepadanya. Jadi fatwa lebih khusus dari pada fikih atau ijtihad secara umum. Karena boleh jadi fatwa yang dikeluarkan seorang mufti, sudah dirumuskan dalam fikih, hanya belum dipahami oleh peminta fatwa.