Transcription

Moderasi BeragamaKementerian Agama RI2019

MODERASI BERAGAMACopyright 2019 oleh Kementerian Agama RIDiterbitkan oleh:Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RIGedung Kementerian Agama RIJl.MH. Thamrin No.6 Lt. 2 Jakarta PusatHak cipta dilindungi oleh Undang-UndangCetakan Pertama, Oktober 2019Tim Penyusun Kementerian Agama RIKatalog Dalam TerbitanBadan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RIModerasi Beragama / oleh Badan Litbang dan Diklat Kementerian AgamaRepublik Indonesia.- Cet. Pertama. - Jakarta: Kementerian Agama RI, 2019.xiv, 162 hlm; 21 cm1. Moderasi Beragama2. Kerukunan Antarumat BeragamaISBN 978-979-797-386-5

RINGKASANBuku ini bertujuan untuk menjelaskan apa (what),mengapa (why), dan bagaimana (how) terkait moderasi ber agama. Apa itu moderasi beragama? Mengapa ia penting? Danbagaimana strategi mengimplementasikannya?Ada tiga bagian utama untuk menjawab tiga perta nyaan di atas, yakni: Kajian Konseptual Moderasi Beragama;Pengalaman Empirik Moderasi Beragama; serta Strategi Pe nguatan dan Implementasi Moderasi Beragama.Bagian pertama berisi penjelasan konseptual terkaitmoderasi beragama, mulai dari definisinya, nilai dan prin sip dasarmya, sumber rujukannya dalam tradisi berbagaiagama, dan indikatornya. Pada bagian ini, pembahasan ten tang prinsip adil, berimbang, akomodatif, inklusif, dan tole ran akan menjadi bagian penting sebagai indikator adanyamoderasi.Bagian kedua membahas latar belakang dan kontekssosio-kultural pentingnya moderasi beragama, serta contohiii

implementasinya dalam pengalaman empirik masyarakatIndonesia. Moderasi dijadikan sebagai cara pandang (pers pektif) dalam seluruh praktik kehidupan beragama.Bagian ketiga memetakan langkah-langkah yang perluditempuh dalam melakukan penguatan dan implementasimoderasi beragama. Tujuan penguatan ini adalah agar mo derasi beragama dapat secara terstruktur dijadikan sebagaiprogram nasional, sehingga melekat menjadi cara pandangbaik bagi setiap individu maupun lembaga.Penguatan moderasi beragama ini dilakukan dengan tigastrategi utama, yakni: pertama, sosialisasi gagasan, pengeta huan, dan pemahaman tentang moderasi beragama kepadaseluruh lapisan masyarakat; kedua pelembagaan moderasiberagama ke dalam program dan kebijakan yang mengikat;dan ketiga, integrasi rumusan moderasi beragama dalamRencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)2020-2024.Strategi struktural ini dilakukan untuk melengkapi danmemperkuat langkah-langkah lain yang selama ini sudahditempuh, dan semakin perlu diperkuat, yakni memfasilitasiruang-ruang perjumpaan antarkelompok masyarakat, untukmemperkuat nilai-nilai insklusif dan toleransi, misalnyadalam bentuk dialog lintas-iman.Buku ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh sebanyakmungkin pihak yang mendambakan hidup rukun dan damaidalam keragaman. Buku Moderasi Beragama ini harus men jadi milik bersama, bukan hanya milik penganut agama ter tentu saja. Semoga!iv

SAMBUTANMENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIASaya amat bersyukur dengan diterbitkannya bukuModerasi Beragama ini. Ide untuk menyusunnya memangsudah lama saya sampaikan, setelah mengetahui betapaminimnya bacaan yang dapat dirujuk untuk mengetahuidan memahami secara benar konsep moderasi beragama.Saya senang akhir nya buku ini sampai ke tangan pembaca.Saya menyadari bahwa secara substantif moderasiber agama sebenarnya bukan hal baru bagi bangsa kita.Masyarakat Indonesia memiliki modal sosial dan kulturalyang cukup mengakar. Kita biasa bertenggang rasa, toleran,menghormati persaudaraan, dan menghargai keragaman.Boleh dikata, nilai-nilai fundamental seperti itulah yangmenjadi fondasi dan filosofi masyarakat di Nusantaradalam menjalani moderasi beragama. Nilai itu ada di semuaagama karena semua agama pada dasarnya mengajarkannilai-nilai kemanusiaan yang sama.Moderasi harus dipahami sebagai komitmen bersamauntuk menjaga keseimbangan yang paripurna, di manasetiap warga masyarakat, apa pun suku, etnis, budaya,agama, dan pilihan politiknya harus mau saling mendengarkanv

Moderasi Beragama.satu sama lain, serta saling belajar melatih kemampuanmengelola dan mengatasi perbedaan di antara mereka. Jadijelas bahwa moderasi beragama sangat erat terkait denganmenjaga kebersamaan dengan memiliki sikap tenggangrasa. sebuah warisan leluhur yang mengajarkan kita untuksaling memahami dan ikut merasakan satu sama lain yangberbeda dengan kita.Dalam empat tahun terakhir ini, moderasi beragama telahdisosialisasikan melalui berbagai cara. Saya sendiri hampirselalu menyisipkannya dalam setiap pidato, dan bahkansaya meminta seluruh jajaran di Kementerian Agama untukmenerjemahkan ruh moderasi beragama itu ke dalam setiapkebijakan unit, khususnya dalam program-program strategisdi tahun 2019. Untuk itu, saya telah mencanangkan tahun2019 sebagai Tahun Moderasi Beragama. Moderasi beragamaharus menjadi arus utama dalam membangun Indonesia.Pengarusutamaan moderasi beragama memang perjuang an yang tidak mudah. Selain harus menjadikannya sebagaicara pandang setiap umat beragama, upaya ini juga harusdiiringi dengan menjadikannya terintegrasi ke dalam sistemperencanaan pembangunan Indonesia jangka menengahdan jangka panjang, agar program-program yang dijalankanmendapat dukungan semua pihak.Syukurlah, atas upaya keras kita bersama, saat inimode rasi beragama sudah dimasukkan ke dalam RencanaPembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024,yang disusun oleh Kementerian Perencanaan PembangunanNasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional(Bappenas). Kita berharap agar moderasi beragama dapatmenjadi bagian tak terpisahkan dari strategi kebudayaandalam memajukan sumber daya manusia Indonesia. Dalamvi

Sambutan.konteks bernegara, moderasi beragama penting diterapkanagar paham agama yang berkembang tidak bertentangandengan nilai-nilai kebangsaan. Pemahaman dan pengamalankeagamaan secara esensial tidak boleh bertentangan dengansendi -sendi kehidupan dalam berbangsa dan bernegara.Melalui penerbitan buku ini, saya berharap seluruhjajaran Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Agamamenjadi pihak terdepan yang memahami, meyakini danmeng internalisasikan ruh moderasi beragama, baik dalamkehidupan pribadi, maupun kehidupan bermasyarakat,berbangsa, dan bernegara. Kita harus menjadi penerjemahsekaligus juru kampanye mode rasi beragama melaluiberbagai program sesuai satuan kerja (satker) masingmasing. Kita harus menjadi warga negara teladan yangmencontohkan bahwa meng amalkan ajaran agama adalahberarti menjalankan kewajiban sebagai warga negara,sebagaimana halnya menunaikan kewajiban sebagai warganegara adalah wujud ketaatan pengamalan ajaran agama.Akhirnya, saya tetap berharap bahwa buku ini tidakdianggap final, dan tidak dijadikan sebagai pemberi tafsirtunggal atas makna moderasi beragama. Masih sangatterbuka kemungkinan untuk disempurnakan, ditambah,dikurangi, atau direvisi kandungan isinya.Sekian dan terima kasih.Jakarta, 1 Oktober 2019Menteri Agama RI,Lukman Hakim Saifuddinvii

MODERASI

PENGANTARKEPALA BADAN LITBANG DAN DIKLATKEMENTERIAN AGAMA RISaya sangat bersyukur Alhamdulillah atas penerbitanbuku Moderasi Beragama ini. Penyusunan buku inimerupakan bentuk res pons Badan Litbang dan DiklatKementerian Agama RI terhadap seruan Menteri Agamadalam berbagai kesempatan, untuk menyusun buku yangdapat menjadi rujukan terkait moderasi beragama. Bukuini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentangmoderasi beragama, konteks, dan alasan pentingnya dalamkehidupan umat beragama, serta langkah yang diperlukanuntuk mengimplementasikannya.Selama ini beberapa hasil penelitian dan pengembangankami, cukup kuat menjadi referensi dan pijakan penguatanmoderasi beragama. Misalnya Tafsir Tematik ModerasiBeragama merupakan produk Lajnah Pentashihan MushafAl-Qur’an, Buku Saku Meluruskan Makna Jihad merupakankerjasama Balitbang Diklat dengan Majelis Ulama Indonesia.ix

Moderasi Beragama.Penyusunan buku ini telah melalui sejumlah tahapan,mulai dari membentuk tim pencari data, merangkap penulis,proses penulisan, pembahasan, uji sahih melalui FocusGroup Discussion (FGD), hingga pembacaan ulang di tahapakhir. Proses ini dilakukan dengan melibatkan peneliti dariBadan Litbang dan Diklat serta Pusat Pengkajian Islam danMasyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta.Untuk mendukung hal ini, Kepala Puslitbang Bimas Agama danLayanan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat KementerianAgama RI, Muharam Marzuki, telah memfasilitasi duakali FGD guna melakukan uji sahih dengan melibatkanpara tokoh agama, aktivis kerukunan umat beragamahingga aktivis perempuan. Kepada mereka semua, kamimenghaturkan terima kasih seraya mohon maaf karenatidak dapat mencantumkan nama-namanya di sini.Badan Litbang dan Diklat juga akan mempersiapkantindak lanjut buku ini dengan menyusun program dankegiatan yang sesuai tugas pokok dan fungsinya, seperti:pelatihan moderasi beragama bagi masyarakat sertapenyusunan silabus diklat, makalah kebijakan (policybrief), dan modul penguatan moderasi beragama. Modulini ditujukan bagi penyuluh, pengurus Forum KomunikasiUmat Beragama (FKUB), dan ormas keagamaan.Kami menyampaikan apresiasi setinggi-tingginyakepada tim penyusun buku ini yang telah mengumpulkanberbagai sumber yang tercecer lalu meramunya hinggamenjadi sebuah buku yang utuh. Mereka adalah OmanFathurahman, Muhammad Adlin Sila, Anik Farida, AbdulJamil Wahab, Ismatu Ropi, Rumadi, Richard Daulay, UungSendana Linggaraja, Nasrullah Nurdin, Abdallah Sy, danx

Pengantar.Fikri Fahrul. Mereka dibantu tim teknis, yang terdiri dariAnshori, Hefson Aras, Haris Burhani, Idris Thaha, SriHendriani, Fakhrudin, Muzakki Nadfi, Abdullah Maulani,dan Akmal Salim Ruhana.Pada tahap akhir, buku ini dibaca ulang oleh AlissaWahid, Ali Zawawi, Hadi Rahman, Kamaruddin Amin,Muchlis Hanafi, dan Yudi Latif. Kepada mereka semua, kamimengucapkan terima kasih sebesar-besarnya.Kami berharap buku ini dapat menjadi dokumenrujukan perumusan program-program lain yang bertujuanmenciptakan kerukunan umat beragama, baik yangdilaksanakan oleh para pengambil kebijakan di KementerianAgama sendiri maupun oleh pihak lain.Jakarta, 1 Oktober 2019Kepala Badan Litbang dan DiklatKementerian Agama RI,Abdurrahman Mas’udxi

MODERASI

DAFTAR ISIRingkasan iiiSambutan Menteri Agama Republik Indonesia vPengantar Kepala Badan Litbang dan Diklat ixDaftar Isi xiiiPROLOGLukman Hakim Saifuddin, Menteri Agama RI 1Bagian PertamaKAJIAN KONSEPTUAL MODERASI BERAGAMA 15A. Pengertian dan Batasan Moderasi 15B. Prinsip Dasar Moderasi: Adil dan Berimbang 19C. Landasan Moderasi dalam Tradisi Berbagai Agama 23D. Indikator Moderasi Beragama 42E. Moderasi di antara Ekstrem Kiri dan Ekstrem Kanan 47Bagian KeduaPENGALAMAN EMPIRIK MODERASI BERAGAMA 53A. Konteks Masyarakat Multikultural 54B.C.D.E.Modal Sosial Kultural Moderasi Beragama 63Moderasi Beragama untuk Penguatan Toleransi Aktif 79Moderasi Beragama untuk Nirkekerasan 85Moderasi Beragama di Era Disrupsi Digital 89xiii

Bagian KetigaSTRATEGI PENGUATAN DAN IMPLEMENTASIMODERASI BERAGAMA 99A. Moderasi Beragama di Kementerian Agama 107B. Sosialisasi Narasi Moderasi Beragama 111C. Pelembagaan dan Implementasi Moderasi Beragama 118D. Integrasi Moderasi Beragama dalam RPJMN 20202024 128E. Rencana Strategis Kementerian Agama 139EPILOG 153DAFTAR PUSTAKA 159xiv

PROLOGLUKMAN HAKIM SAIFUDDINMENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIABuku ini hadir untuk menjelaskan tentang moderasi ber agama, serta berusaha menjawab pertanyaan, apa yangdimaksud dengan moderasi beragama? Mengapa moderasiberagama penting dalam konteks kehidupan keagamaan diIndonesia khususnya? Dan bagaimana cara atau strategi im plementasi moderasi beragama tersebut, agar umat beragamamenjadi moderat?Secara singkat dapat dijelaskan di sini bahwa mode rat adalah sebuah kata sifat, turunan dari kata moderation,yang berarti tidak berlebih-lebihan atau berarti sedang. Da lam bahasa Indonesia, kata ini kemudian diserap menjadi mo derasi, yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)didefinisikan sebagai pengurangan kekerasan, atau peng hindaran keekstreman.Dalam KBBI juga dijelaskan bahwa kata moderasi ber asal dari bahasa Latin moderâtio, yang berarti ke-sedang-an(tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Maka, ketika kata1

Moderasi Beragama.moderasi disandingkan dengan kata beragama, menjadimoderasi beragama, istilah tersebut berarti merujuk padasikap mengurangi kekerasan, atau menghindari keekstrem an dalam praktik beragama.Nah, keseluruhan buku ini akan mengandung penjelasantentang makna moderat dan moderasi dalam konteks ber agama tersebut, agar dapat dipahami dengan baik oleh se mua umat beragama. Penjelasan ini penting karena moderasiberagama sesungguhnya merupakan esensi agama, danpengimplementasiannya menjadi keniscayaan dalam konteksmasyarakat yang plural dan multikultural seperti Indonesia,demi terciptanya kerukunan intra dan antarumat beragama.Keragaman dan Keberagamaan IndonesiaBagi bangsa Indonesia, keragaman diyakini sebagaitakdir. Ia tidak diminta, melainkan pemberian Tuhan YangMencipta, bukan untuk ditawar tapi untuk diterima (takenfor granted). Indonesia adalah negara dengan keragamanetnis, suku, budaya, bahasa, dan agama yang nyaris tiadatandingannya di dunia. Selain enam agama yang palingbanyak dipeluk oleh masyarakat, ada ratusan bahkan ribuansuku, bahasa dan aksara daerah, serta kepercayaan lokal diIndonesia. Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS)tahun 2010, secara keseluruhan jumlah suku dan sub suku diIndonesia adalah sebanyak 1331, meskipun pada tahun 2013jumlah ini berhasil diklasifikasi oleh BPS sendiri, bekerjasama dengan Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS),menjadi 633 kelompok-kelompok suku besar.Terkait jumlah bahasa, Badan Bahasa pada tahun 20172

Prolog.Bagi bangsa Indonesia,keragaman diyakinisebagai takdir. Ia tidakdiminta, melainkanpemberian Tuhan YangMencipta, bukan untukditawar tapi untukditerima (taken forgranted).juga telah berhasil memeta kan dan memverifikasi 652bahasa daerah di Indone sia, tidak termasuk dialekdan sub-dialeknya. Sebagianbahasa daerah tersebut ten tu juga memiliki jenis aksa ranya sendiri, seperti Jawa,Sunda, Jawa Kuno, SundaKuno, Pegon, Arab-Melayuatau Jawi, Bugis-Makassar, Lampung, dan lainnya. Sebagianaksara tersebut digunakan oleh lebih dari satu bahasa yangberbeda, seperti aksara Jawi yang juga digunakan untuk me nuliskan bahasa Aceh, Melayu, Minangkabau, dan Wolio.Meski agama yang paling banyak dipeluk dan dijadikansebagai pedoman hidup oleh masyarakat Indonesia berjum lah enam agama, yakni: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Bud dha, dan Khonghucu, namun keyakinan dan kepercayaankeagamaan sebagian masyarakat Indonesia tersebut jugadiekspresikan dalam ratusan agama leluhur dan pengha yat kepercayaan. Jumlah kelompok penghayat kepercayaan,atau agama lokal di Indonesia bisa mencapai angka ratusanbahkan ribuan.Dengan kenyataan beragamnya masyarakat Indonesiaitu, dapat dibayangkan betapa beragamnya pendapat, pan dangan, keyakinan, dan kepentingan masing-masing wargabangsa, termasuk dalam beragama. Beruntung kita memilikisatu bahasa persatuan, bahasa Indonesia, sehingga berbagaikeragaman keyakinan tersebut masih dapat dikomunikasi kan, dan karenanya antarwarga bisa saling memahami satu3

Moderasi Beragama.sama lain. Meski begitu, gesekan akibat keliru mengelolakeragaman itu tak urung kadang terjadi.Dari sudut pandang agama, keragaman adalah anugerahdan kehendak Tuhan; jika Tuhan menghendaki, tentu tidaksulit membuat hamba-hamba-Nya menjadi seragam dansatu jenis saja. Tapi Dia memang Maha Menghendaki agarumat manusia beragam, bersuku-suku, berbangsa-bangsa,dengan tujuan agar kehidupan menjadi dinamis, salingbelajar, dan saling mengenal satu sama lain. Dengan begitu,bukankah keragaman itu sangat indah? Betapa kita harusbersyukur atas keragaman bangsa Indonesia ini.Selain agama dan kepercayaan yang beragam, dalamtiap-tiap agama pun terdapat juga keragaman penafsir an atas ajaran agama, khususnya ketika berkaitan denganpraktik dan ritual agama. Umumnya, masing-masing penaf siran ajaran agama itu memiliki penganutnya yang mendakudan meyakini kebenaran atas tafsir yang dipraktikkannya.Dalam Islam misalnya, terdapat beragam madzhab fikihyang secara berbeda-beda memberikan fatwa atas hukumdan tertib pelaksanaan suatu ritual ibadah, meski ritual itutermasuk ajaran pokok sekalipun, seperti ritual salat, pua sa, zakat, haji, dan lainnya. Keragaman itu memang munculseiring dengan berkembangnya ajaran Islam dalam waktu,zaman, dan konteks yang berbeda-beda. Itulah mengapakemudian dalam tradisi Islam dikenal ada ajaran yang ber sifat pasti (qath'i), tidak berubah-ubah (tsawabit), dan adaajaran yang bersifat fleksibel, berubah-ubah (dzanni) sesu ai konteks waktu dan zamannya. Agama selain Islam punniscaya memiliki keragaman tafsir ajaran dan tradisi yangberbeda-beda.4

Prolog.Pengetahuan tentang hal yang tidak dapat berubah danhal yang mungkin saja berubah dalam ajaran setiap agamaitu sungguh amat penting bagi pemeluk agama masing masing, karena pengetahuan atas keragaman itulah yangmemungkinkan seorang pemeluk agama akan bisa meng ambil jalan tengah (moderat) jika satu pilihan kebenarantafsir yang tersedia tidak memungkinkan dijalankan. Sikapekstrem biasanya akan muncul manakala seorang peme luk agama tidak mengetahui adanya alternatif kebenarantafsir lain yang bisa ia tempuh. Dalam konteks inilah mo derasi beragama menjadi sangat penting untuk dijadikansebagai sebuah cara pandang (perspektif) dalam beragama.Di Indonesia, dalam era demokrasi yang serba terbuka,perbedaaan pandangan dan kepentingan di antara warganegara yang sangat beragam itu dikelola sedemikian rupa,sehingga semua aspirasi dapat tersalurkan sebagaimanamestinya. Demikian halnya dalam beragama, konstitusikita menjamin kemerdekaan umat beragama dalammemeluk dan menjalankan ajaran agama sesuai dengankepercayaan dan keyakinannya masing-masing.Ideologi negara kita, Pancasila, sangat menekankan ter ciptanya kerukunan antarumat beragama. Indonesia bah kan menjadi contoh bagi bangsa-bangsa di dunia dalam halkeberhasilan mengelola keragaman budaya dan agamanya,serta dianggap berhasil dalam hal menyandingkan secaraharmoni bagaimana cara beragama sekaligus bernegara.Konflik dan gesekan sosial dalam skala kecil memang ma sih kerap terjadi, namun kita selalu berhasil keluar darikonflik, dan kembali pada kesadaran atas pentingnya per satuan dan kesatuan sebagai sebuah bangsa besar, bangsa5

Moderasi Beragama.yang dianugerahi keragaman oleh Sang Pencipta.Namun demikian, kita harus tetap waspada. Salah satuancaman terbesar yang dapat memecah belah kita sebagaisebuah bangsa adalah konflik berlatar belakang agama, ter utama yang disertai dengan aksi-aksi kekerasan. Mengapa?Karena agama, apa pun dan di mana pun, memiliki sifat dasarkeberpihakan yang sarat dengan muatan emosi, dan subjek tivitas tinggi, sehingga hampir selalu melahirkan ikatan emo sional pada pemeluknya. Bahkan bagi pemeluk fanatiknya,agama merupakan "benda" suci yang sakral, angker, dan ke ramat. Alih-alih menuntun pada kehidupan yang tenteramdan menenteramkan, fanatisme ekstrem terhadap kebe naran tafsir agama tak jarang menyebabkan permusuhandan pertengkaran di antara mereka.Konflik berlatar agama ini dapat menimpa berbagai ke lompok atau mazhab dalam satu agama yang sama (sekta rian atau intra-agama), atau terjadi pada beragam kelompokdalam agama-agama yang berbeda (komunal atau antar agama). Biasanya, awal terjadinya konflik berlatar agamaini disulut oleh sikap saling menyalahkan tafsir dan paham ke agamaan, merasa benar sendiri, serta tidak membuka diripada tafsir dan pandangan keagamaan orang lain.Kita harus belajar dari pengalaman pahit sebagian ne gara yang kehidupan masyarakatnya karut-marut, dan bah kan negaranya terancam bubar, akibat konflik sosial-politikberlatar belakang perbedaan tafsir agama. Keragaman, dibidang apa pun, memang meniscayakan adanya perbedaan,dan perbedaan di mana pun selalu memunculkan potensikonflik. Jika tidak dikelola dengan baik dan disikapi denganarif, potensi konflik ini dapat mengarah pada sikap ekstrem6

Prolog.dalam membela tafsir kebenaran versi masing-masing ke lompok yang berbeda.Daya rusak konflik yang berlatar belakang perbedaanklaim kebenaran tafsir agama tentu akan lebih dahsyat lagi,mengingat watak agama yang menyentuh relung emositerjauh di dalam setiap jiwa manusia. Padahal, tak jarangperbedaan yang diperebutkan itu sesungguhnya sebataskebenaran tafsir agama yang dihasilkan oleh manusia yangterbatas, bukan kebenaran hakiki yang merupakan tafsirtunggal yang paling benar dan hanya dimiliki oleh TuhanYang Maha Benar.Untuk mengelola situasi keagamaan di Indonesia yangsangat beragam seperti digambarkan di atas, kita membu tuhkan visi dan solusi yang dapat menciptakan kerukunandan kedamaian dalam menjalankan kehidupan ke agamaan,yakni dengan mengedepankan mode rasi beragama, meng hargai keragaman tafsir, serta tidak terjebak pada ekstre misme, intoleransi, dan tindak kekerasan.Semangat moderasi beragama adalah untuk mencari titiktemu dua kutub ekstrem dalam beragama. Di satu sisi, adapemeluk agama yang ekstrem meyakini mutlak kebenaransatu tafsir teks agama, seraya menganggap sesat penafsir se lainnya. Kelompok ini biasa disebut ultra-konservatif. Di sisilain, ada juga umat beragama yang esktrem mendewakanakal hingga mengabaikan kesucian agama, atau mengorban kan kepercayaan dasar ajaran agamanya demi toleransi yangtidak pada tempatnya kepada pemeluk agama lain. Merekabiasa disebut ekstrem liberal. Keduanya perlu dimoderasi.Karenanya, untuk menjadikan moderasi beragama se 7

Moderasi Beragama.bagai solusi, kita perlu memiliki pemahaman yang benartentang makna kata tersebut. Dan, untuk keperluan itulahbuku moderasi beragama ini hadir.Lebih dari itu, kehadiran buku ini juga untuk menegaskanbahwa negara hadir dalam upaya internalisasi nilai-nilaiagama di satu sisi, serta upaya menghargai keragaman agamadan tafsir kebenaran agama di sisi lain. Internalisasi nilai nilai agama dimaksudkan agar agama senantiasa menjadilandasan spiritual, moral dan etika dalam kehidupan indi vidu, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sedangkanpenghargaan terhadap keragaman paham dan amalan ber agama dimaksudkan untuk mendorong kehidupan keagamaanyang moderat, demi terciptanya penguatan komitmen ke bangsaan kita.Mengapa Penting Moderasi Beragama?Ini adalah sebuah pertanyaan yang sering diajukan:mengapa kita, bangsa Indonesia khususnya, membutuhkanperspektif moderasi dalam beragama?Secara umum, jawabannya adalah karena keragamandalam beragama itu niscaya, tidak mungkin dihilangkan.Ide dasar moderasi adalah untuk mencari persamaan danbukan mempertajam perbedaan. Jika dielaborasi lebih lan jut, ada setidaknya tiga alasan utama mengapa kita perlumoderasi beragama:Pertama, salah satu esensi kehadiran agama adalahuntuk menjaga martabat manusia sebagai makhluk muliaciptaan Tuhan, termasuk menjaga untuk tidak menghilang kan nyawanya. Itu mengapa setiap agama selalu membawa8

Prolog.misi damai dan keselamatan. Untuk mencapai itu, agamaselalu menghadirkan ajaran tentang keseimbangan da lam berbagai aspek kehidupan; agama juga mengajarkanbahwa menjaga nyawa manusia harus menjadi prioritas;menghilangkan satu nyawa sama artinya dengan menghi langkan nyawa kese luruhan umat manusia. Moderasi ber agama menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.Orang yang ekstrem tidak jarang terjebak dalam prak tik beragama atas nama Tuhan hanya untuk membela ke agungan-Nya saja seraya mengenyampingkan aspek kema nusiaan. Orang beragama dengan cara ini rela merendah kan sesama manusia “atas nama Tuhan”, padahal menjagakemanusiaan itu sendiri adalah bagian dari inti ajaranagama.Sebagian manusia sering mengeksploitasi ajaran agamauntuk memenuhi kepentingan hawa nafsunya, kepentinganhewaninya, dan tidak jarang juga untuk melegitimasihasrat politiknya. Aksi-aksi eksploitatif atas nama agamaini yang menyebabkan kehidupan beragama menjaditidak seimbang, cenderung ekstrem dan berlebih-lebihan.Jadi, dalam hal ini, pentingnya moderasi beragama adalahkarena ia menjadi cara mengembalikan praktik beragamaagar sesuai dengan esensinya, dan agar agama benar-benarberfungsi menjaga harkat dan martabat manusia, tidaksebaliknya.Kedua, ribuan tahun setelah agama-agama lahir, manu sia semakin bertambah dan beragam, bersuku-suku, ber bangsa-bangsa, beraneka warna kulit, tersebar di ber bagainegeri dan wilayah. Seiring dengan perkembangan dan per sebaran umat manusia, agama juga turut berkembang dan9

Moderasi Beragama.tersebar. Karya-karya ulama terdahulu yang ditulis dalambahasa Arab tidak lagi memadai untuk mewadahi seluruhkompleksitas persoalan kemanusiaan.Teks-teks agama pun mengalami multitafsir, kebenaranmenjadi beranak pinak; sebagian pemeluk agama tidak lagiberpegang teguh pada esensi dan hakikat ajaran agama nya, melainkan bersikap fanatik pada tafsir kebenaran versiyang disukainya, dan terkadang tafsir yang sesuai dengankepentingan politiknya. Maka, konflik pun tak terelakkan.Kompleksitas kehidupan manusia dan agama seperti ituterjadi di berbagai belahan dunia, tidak saja di Indonesiadan Asia, melainkan juga di berbagai belahan dunia lainnya.Konteks ini yang menyebabkan pen tingnya moderasiberagama, agar peradaban manusia tidak musnah akibatkonflik berlatar agama.Ketiga, khusus dalam konteks Indonesia, moderasi ber agama diperlukan sebagai strategi kebudayaan kita dalammerawat keindonesiaan. Sebagai bangsa yang sangat hete rogen, sejak awal para pendiri bangsa sudah berhasilmewariskan satu bentuk kesepakatan dalam berbangsa danbernegara, yakni Pancasila dalam Negara Kesatuan RepublikIndonesia, yang telah nyata berhasil menyatukan semuakelompok agama, etnis, bahasa, dan budaya. Indonesiadisepakati bukan negara agama, tapi juga tidak memisahkanagama dari kehidupan sehari-hari warganya. Nilai-nilaiagama dijaga, dipadukan dengan nilai-nilai kearifan danadat-istiadat lokal, beberapa hukum agama dilembagakanoleh negara, ritual agama dan budaya berjalin berkelindandengan rukun dan damai.Itulah sesungguhnya jati diri Indonesia, negeri yang10

Prolog.sangat agamis, dengan karakternya yang santun, toleran,dan mampu berdialog dengan keragaman. Ekstremisme danradikalisme niscaya akan merusak sendi-sendi keindonesia an kita, jika dibiarkan tumbuh berkembang. Karenanya,moderasi beragama amat penting dijadikan cara pandang.Selain dari tiga poin besar di atas, dapat juga dijelaskanbahwa moderasi beragama sesungguhnya merupakan ke baikan moral bersama yang relevan tidak saja dengan perilakuindividu, melainkan juga dengan komunitas atau lembaga.Moderasi telah lama menjadi aspek yang menonjol da lam sejarah peradaban dan tradisi semua agama di dunia.Masing-masing agama niscaya memiliki kecenderunganajaran yang mengacu pada satu titik makna yang sama, yaknibahwa memilih jalan tengah di antara dua kutub ekstrem,dan tidak berlebih-lebihan, merupakan sikap beragamayang paling ideal.Kesamaan nilai moderasi ini pula yang kiranya menjadienergi yang mendorong terjadinya pertemuan bersejarahdua tokoh agama besar dunia, Paus Fransiskus dengan ImamBesar Al Azhar, Syekh Ahmad el-Tayyeb, pada 4 Februari2019 lalu. Pertemuan tersebut telah menghasilkan doku men persaudaraan kemanusiaan (human fraternity document), yang di antara pesan utamanya menegaskan bahwamusuh bersama kita saat ini sesungguhnya adalah ekstre misme akut (fanatic extremism), hasrat saling memusnahkan(destruction), perang (war), intoleransi (intolerance), sertarasa benci (hateful attitudes) di antara sesama umat manusia,yang semuanya mengatasnamakan agama.Sejumlah peristiwa kekerasan di berbagai negara mene 11

Moderasi Beragama.gaskan betapa ekstremisme dan terorisme bukan monopolisatu agama dan tidak mendapatkan tempat dalam agamamana pun. Ancaman teror dan kekerasan sering lahir akibatadanya pandangan, sikap, dan tindakan esktrem seseorangyang mengatasnamakan agama. Pada saat yang sama, sikapmoderat yang menekankan pada keadilan dan keseimbangan,dapat muncul dari siapa saja, tanpa melihat afiliasi agamanya.Sebagai negara yang plural dan multikultural, konflikberlatar agama sangat potensial terjadi di Indonesia. Itumengapa kita perlu moderasi beragama sebagai solusi, agardapat menjadi kunci penting untuk menciptakan kehidupankeagamaan yang rukun, harmoni, damai, serta menekankanpada keseimbangan, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga,masyarakat, maupun dalam kehidupan sesama manusiasecara keseluruhan.Lebih dari itu, cara pandang dan praktik moderasi dalam

derasi, yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) didefinisikan sebagai pengurangan kekerasan, atau peng hindaran keekstreman. Dalam KBBI juga dijelaskan bahwa kata moderasi ber asal dari bahasa Latin moderâtio, yang berarti ke sedang an (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Maka, ketika kata PROLOG LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN